Minggu, 28 Februari 2010

LAS BUSUR LISTRIK

Dasar Teori

Las busur listrik adalah salah satu cara menyambung logam dengan jalan menggunakan nyala busur listrik yang diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung.

Pada bagian yang terkena busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda yang menghasilkan busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat terus sampai habis.

Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda yang akan disambung tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang akan disambung, kemudian membeku dan tersambunglah kedua logam tersebut.

Mesin las busur listrik dapat mengalirkan arus listrik cukup besar tetapi dengan tegangan yang aman (kurang dari 45 volt). Busur listrik yang terjadi akan menimbulkan energi panas yang cukup tinggi sehingga akan mudah mencairkan logam yang terkena. Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai dengan keperluan dengan memperhatikan ukuran dan type elektrodanya.

Pada las busur, sambungan terjadi oleh panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi antara benda kerja dan elektroda. Elektroda atau logam pengisi dipanaskan sampai mencair dan diendapkan pada sambungan sehingga terjadi sambungan las. Mula-mula terjadi kontak antara elektroda dan benda kerja sehingga terjadi aliran arus, kemudian dengan memisahkan penghantar timbullah busur. Energi listrik diubah menjadi energi panas dalam busur dan suhu dapat mencapai 5500 °C.

Ada tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal. Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Biasanya digunakan polaritas langsung. Mutu pengelasan dapat ditingkatkan dengan memberikan lapisan fluks yang tipis pada kawat las. Fluks membantu melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida yang tidak diinginkan. Tetapi kawat las berlapis merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam berbagai pengelasan komersil.

5.2.1. Pembentukan busur listrik proses penyulutan

5.2.1.1. Pembentukan Busur Listrik

Pada pembentukan busur listrik elektroda keluar dari kutub negatif (katoda) dan mengalir dengan kecepatan tinggi ke kutub positif (anoda).

Dari kutub positif mengalir partikel positif (ion positif) ke kutub negatif. Melalui proses ini ruang udara diantara anoda dan katoda (benda kerja dan elektroda) dibuat untuk menghantar arus listrik (diionisasikan) dan dimungkinkan pembentukan busur listrik. Sebagai arah arus berlaku arah gerakan ion-ion positif. Jika elektroda misalnya dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus searah, maka arah arusnya dari benda kerja ke elektroda. Setelah arus elektroda didekatkan pada lokasi jalur sambungan disentuhkan dan diangkat kembali pada jarak yang pendek (garis tengah elektroda).

1. kawat inti

2. selubung elektroda

3. busur listrik

4. pemindahan logam

5. gas pelindung

6. terak

7. kampuh las

Dengan penyentuhan singkat elektroda logam pada bagian benda kerja yang akan dilas,berlangsung hubungan singkat didalam rangkaian arus pengelasan, suatu arus listrik yang kekuatannya tinggi mengalir, yang setelah pengangkatan elektroda itu dari benda kerja menembus celah udara, membentuk busur cahaya diantara elektroda dengan benda kerja, dan dengan demikian tetap mengalir.Suhu busur cahaya yang demikian tinggi akan segera melelehkan ujung elektroda dan lokasi pengelasan.

Didalam rentetan yang cepat partikel elektroda menetes, mengisi penuh celah sambungan las dan membentuk kepompong las.

Proses pengelasan itu sendiri terdiri atas hubungan singkat yang terjadi sangat cepat akibat pelelehan elektroda yang terus menerus menetes.

5.2.1.2. Proses penyulutan

Setelah arus dijalankan, elekteroda didekatkan pada lokasi jalur sambungan disentuhkan sebentar dan diangkat kembali pada jarak yang pendek (garis tengah elektroda).

5.2.1.3. MenyalaKan busur listrik

Penyalaan busur listrik dapat di lakukan dengan menghubungkan singkat ujung elektroda dengan logam induk (yang akan dilas) dan segera memisahkan lagi pada jarak yang pendek, hal tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara seperti pada gambar di bawah ini :

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Jika busur nyala terjadi, tahan sehingga jarak ujung elektroda ke logam induk besarnya sama dengan diameter dari penampang elektroda dan geser posisinya ke sisi logam induk.

b. Perbesar jarak tersebut(perpanjang nyala busur) menjadi dua kalinya untuk memanaskan logam induk.

c. Kalau logam induk telah sebagian mencair, jarak elektroda dibuat sama dengan garis tengah penampang tadi.

5.2.1.4. Memadamkan busur listrik

Cara pemadaman busur listrik mempunyai pengaruh terhadap mutu penyambungan maniklas. Untuk mendapatkan sambungan maniklas yang baik sebelum elektroda dijauhkan dari logam induk sebaiknya panjang busur dikurangi lebih dahulu dan baru kemudian elektroda dijauhkan dengan arah agak miring.

Pemadaman busur sebaiknya tidak dilakukan ditengah-tengah kawah las tetapi agak berputar sedikit seperti pada gambar di bawah ini :

5.3. Alat dan Bahan

1. Mesin las listrik
2. Palu las
3. Tang
4. Tang penjepit
5. Elektroda
6. Kacamata las listrik
7. Mistar baja
8. Penyiku
9. Stopwatch
10. Sarung tangan
11. Sikat besi

5.4. Cara Kerja

5.4.1. Persiapan

a. Sebelum pekerjaan dimulai, menyiapkan dan memeriksa alat utamanya dan semua peralatan bantunya.

b. Memakai alat-alat pelindung yang sudah disediakan yaitu kacamata las listrik.

c. Menyiapkan benda kerja dan elektrodanya.

d. Memasang elektroda pada penjepitnya dan memasang penjepit benda kerja pada benda kerja (bisa pada meja kerjanya). Memperhatikan sebelum mesin las dihidupkan, letak dari penjepit elektroda jangan sampai menempel penjepit logam atau logam induknya.

e. Mengatur besarnya arus dengan memutar handel pada mesin las, dengan memperhatikan besarnya diameter elektroda, sesuai dengan tabel yang sudah ada.

5.4.2. Pelaksanaan

(1) Latihan menyalakan busur listrik dan membuat rigi-rigi las serta mengatur panjang busur (jarak antara ujung elektroda ke benda kerja).

a. Bila panjang busur tepat (kurang lebih garis tengah elektroda) dan kecepatan pengelasan yang tepat maka akan menghasilkan bunyi mendesis yang tetap dan halus (tidak meledak-ledak) dengan lebar jalur las sebesar kurang lebih dua kali garis tengah elektroda, karena cairan elektroda akan mengalir dan mengendap dengan baik.

Hasilnya rigi-rigi las yang halus dan baik, tembusan las yang baik, dan terak halus dan mengkilat.

b. Bila busur terlalu panjang, maka timbul bagian-bagian yang berbentuk bola (percikan-percikan kecil) dari cairan elektroda.

Hasilnya rigi-rigi las kasar, tembusan las dangkal (melebar), dan percikan teraknya kasar.

c. Bila busur terlalu pendek, akan sukar memeliharanya, kalau terjadi kontak butiran logam cair yang menyambung elektroda dan logam induknya maka akan terjadi hubungan singkat dan busur akan mati, sehingga elektroda akan menempel kuat pada benda kerja.

(2) Posisi Elektroda

Pada pengelasan dengan elektroda terbungkus yang biasanya dengan mesin las konvensional maka posisi elektroda terhadap benda kerja berdasarkan eksperimen dan pengalaman yang paling baik hasilnya adalah yang sebagai berikut :

a. Posisi elektroda bersudut 70° -80° dengan arah memanjang las dan bersudut 90° arah melintang las.

b. Melatih gerakan-gerakan tangan dengan arah. memutar arah kanan maupun kiri dengan diameter yang relatif kecil.

c. Elektroda pada ujungnya akan mencair secara kontinyu sehingga perlu digerakkan searah dengan sumbunya secara kontinyu pula.

(3) Gerakan Elektroda.

Gerakan-gerakan elektroda pada pengelasan ada dua cara yaitu :

a. Gerakan arah turun sepanjang sumbu elektroda.

b. Gerakan arah turun sepanjang sumbu elektroda.

Gerakan ini dilakukan untuk mengatur jarak (panjang busur) agar tetap, hal tersebut disebabkan karena busur pada ujungnya mencair terus menerus sehingga mengalami pemendekan.

c. Gerakan ayunan elektroda.

Gerakan ini diperlukan untuk mengatur lebar jalur las yang dikehendaki.

(4) Pengaruh kecepatan elektroda.

Kecepatan menggerakkan elektroda harus stabil, sehingga menghasilkan rigi-rigi las yang rata dan halus.

a. Jika elektroda digerakkan terlalu lambat akan didapatkan jalur yang lebar, kasar dan kuat tetapi dapat menimbulkan kerusakan sisi las (pada logam induknya).

b. Jika elektroda digerakkan terlalu cepat, tembusan lasnya dangkal karena kurangnya waktu pemanasan bahan dasar dan kurangnya waktu untuk cairan elektroda menembus bahan dasar.

c. Jika kecepatan geraknya elektroda tepat, daerah perpaduan dengan bahan dasar dan tembusan lasnya baik.

5.4.3. Kesehatan dan keselamatan kerja

a. Arus Listrik

Bekerja dengan menggunakan energi listrik kita tidak perlu takut tetapi jangan sembrono. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian :

1. Harus dijaga agar jangan sampai terjadi korslet (hubungan singkat) arus listrik, hindarkan agar kabel tidak terluka oleh benda tajam atau api, jauhkan penjepit elektroda dari logam lain, sambung-sambungan dan terminal-terminal kabel harus benar-benar kuat.

2. Bahaya terkena sengatan arus listrik oleh alat las relatif kecil karena tegangan yang dihasilkan cukup rendah (pada alat ini 30-78 volt).

b. Nyala Busur Listrik

Busur listrik yang terjadi akan menghasilkan panas yang cukup besar sehingga logam yang dilas akan mencair dengan cepat pada bagian yang terkena busur listrik.

Yang perlu diperhatikan adalah :

1. Busur listrik akan disertai percikan-percikan api yang dapat melukai kulit.

2. Busur listrik akan juga mengeluarkan sinar ultraviolet dan infra merah denga intensitas yang cukup tinggi.

Kedua sinar tersebut sangat membahayakan bagi kesehatan mata dan kulit jika lama-lama terkena langsung. Akibat dari radiasi kedua sinar tersebut adalah mata akan pedih dan akan mengeluarkan air mata, jika lebih lanjut mata akan rusak bahkan akan terjadi iritasi dan kebutaan. Dengan demikian memakai pelindung mata adalah keharusan.

c. Gas atau Asap Pengelasan

Pada pengelasan dengan elektroda terbungkus ini akan dihasilkan asap atau gas yang cukup banyak. Asap tersebut berfungsi untuk melindungi logam cair terhadap oksidasi oksigen dari udara. Gas atau asap tersebut jika dihirup dalam waktu yang panjang akan merusak kesehatan bahkan dapat meracuni darah. Oleh sebab itu harus ada pelindung terhadap gas tersebut untuk mengusir gas tersebut dari ruang pengelasan yang tertutup dengan blower.

Jumat, 26 Februari 2010

LASER WELDING

Pengelasan laser plastik adalah proses yang cukup baru. Ini super memanaskan polimer tanpa kontak fisik. Sebagian besar proses aplikasi yang dilakukan oleh, mengarahkan berkas sinar inframerah. Tepat di sendi weld. Hal ini dilakukan dengan masuk melalui salah satu bagian. Sering disebut sebagai, melalui transmisi.
Dengan mengarahkan sinar inframerah sinar inframerah pada sendi mengelas melalui (laser) las. Teknik ini, sinar inframerah, biasanya laser, irradiates bersama melalui bagian dan cahaya yang diserap di permukaan yang lain. Sementara band luas sinar inframerah dapat digunakan, memungkinkan laser monokromatik sangat cepat memanaskan area kecil bagian yang memungkinkan bagian-bagian yang akan dilas dengan sangat cepat, tetapi dengan perubahan-perubahan sangat kecil pada bagian geometri.
Laser welding adalah contoh elektromagnetik proses pengelasan plastik. Setelah energi radiasi telah diarahkan pada permukaan polimer, serangkaian tiga hal yang akan terjadi dengan itu, sebagian besar mentransmisikan cahaya melalui, sebagian diserap, dan sebagian tercermin pergi. Aplikasi melibatkan proses mengarahkan berkas sinar inframerah terhadap mengelas bersama melalui salah satu bagian. Bagian (laser) yang mentransmisikan sebagian besar energi tidak akan panas, tetapi akan menyerap sebagian panas super. Kebanyakan perawan, polimer organik tidak akan menyerap energi. Pewarna dan pengisi tertentu seperti karbon hitam digunakan. Untuk menyerap energi pada sendi mengelas antarmuka. Hal ini biasanya disebut sebagai transmisi melalui inframerah (atau laser) pengelasan. Hasil pengelasan ketika material dipanaskan sampai cair dan menyatu bersama-sama negara.
Satu jenis bahan harus memancarkan sinar laser menyerap sementara yang lain itu, Sementara mengubahnya menjadi panas. Berita besar adalah bahwa bahan-bahan harus transmisif. Ini semua tergantung pada perumusan pigmen. Sendi yang memerlukan kejelasan optik dapat dilakukan dengan menggunakan pelapis khusus tipe. Termoplastik, Laser welding, kompatibilitas resin, resin kimia atau perbedaan suhu mencair daripada kebanyakan semua proses pengelasan plastik lainnya hari ini.
Nd: Yag laser pengelasan digunakan secara komersial, berbagai baja C-Mn, stainless baja, dilapisi baja, molibdenum, titanium, dan aluminium paduan. Rendah input panas pengelasan. Laser ini dimanfaatkan dalam elektronik, barang-barang domestik, sektor otomotif, yang paling menarik telah ditunjukkan lebih baru-baru ini, untuk terutama untuk CW laser daya tinggi dalam industri perkapalan. Minyak dan gas, R & D yang melibatkan isu-isu pembangunan yang sangat bertenaga sinar laser yang lebih baik kualitas, penggunaan energi didistribusikan dalam berkas fokus, pemeliharaan untuk kedua tebal dan tipis dilas bagian dan klasifikasi.
Energi cahaya yang dihasilkan oleh laser. Yang dapat diserap ke dalam bahan-bahan dan diubah menjadi energi panas. Laser memancarkan radiasi koheren. Laser melakukan minimal perbedaan yang dapat dijalankan di atas jarak yang signifikan tanpa kehilangan kualitas berkas atau energi.
Teknik-teknik yang relatif baru di las Laser telah dibandingkan dengan proses pengelasan plastik. Dedicated laser laboratorium di EWI’s dilengkapi dengan laser dan menganalisis menciptakan las plastik. Sinar laser digunakan untuk mencairkan bahan dasar dan filler batang, proses ini menjadi saling berhadapan, serta titik pusat proses terbatas. Jika Anda tidak bisa mendapatkan lurus, atau Anda tidak dapat kembali garis posisi daerah las, ini tidak akan bekerja dengan efisien atau benar. Mikroskopis perbesaran juga digunakan dalam proses pengelasan laser.
Sistem ini mampu mengelas bahan yang galvannealed, electroplated atau panas-dicelup galvanis, bahwa ketebalan lapisan menjadi keduanya konsisten di atas permukaan material, serta terkontrol hingga 14 mikron atau kurang. 3-kW lempengan difusi-cooled laser digunakan dalam sistem Utica dapat digunakan untuk mengelas material, yaitu baja ringan, kekuatan-tinggi baja, stainless steel, aluminium. Faktor pendorong terbesar di balik pengembangan laser welding adalah kenyataan bahwa itu membuat kaleng lebih esthetically menarik.
Beam pengiriman yang digunakan optik yang dipasang secara langsung pada laser perumahan dan panjang fokus tetap pada posisi dan berkas relatif terhadap perumahan. Dapat dipindah-pindahkan bagian konsep, dioda laser dipasang di robotika. Multiple-berkas pemrosesan yang baru, bidang yang relatif baru memiliki potensi. Meningkatkan kemampuan laser intensitas tinggi dan proses berkas elektron.
Post pemanas, multi-beam laser preheating ditampilkan, pertama kali disajikan dan dianalisis. Diikuti oleh beberapa balok-aliran. aplikasi ini berkas elektron pengelasan. Aplikasi lain yang menggunakan mesin laser dan cladding. Partikel dengan titik lebur tinggi didistribusikan pada bahan piring untuk melihat gerak dari partikel-partikel ini. Dan gerakan tertutup lelehan kolam selama pengelasan dengan berbagai jenis proses gas. Foto menunjukkan perubahan dalam arah aliran meleleh, dengan komponen gas aktif ke tengah kolam dan ke bawah ke arah sisi akar.
Modern pengelasan penggunaan laser berakar pada penemuan ilmiah laser pertama di tahun 1960-an, ketika efek dari sinar yang diperkuat dipaksa oleh emisi radiasi yang dipraktekkan. Prinsip kerja laser di belakang pengelasan sebenarnya terletak pada emisi yang dihasilkan pada titik pertemuan antara cahaya dan logam, dengan gaya yang terakhir memancarkan radiasi. Saat ini, laser welding adalah meluas di berbagai wilayah kegiatan karena membawa keuntungan besar dengan itu seperti penetrasi sangat dalam mengelas dan minimal tingkat input panas yang tidak dapat dicapai dengan teknologi pengelasan tradisional.
Transfer energi adalah salah satu yang membuat perbedaan antara klasik las pengelasan dan laser di berbagai wilayah aktivitas. Kita bisa bicara tentang dua elemen yang menjadi ciri efisiensi pengelasan laser; pertama-tama rasio panas yang diperlukan oleh benda tertentu dan kemudian mencair kekuasaan di daerah fusi. Selanjutnya, pengelasan laser tidak tergantung pada AC atau DC output dan tidak dibatasi oleh sifat konduktif bahan tertentu. Kontak dan fusi yang dapat dilakukan dengan hampir semua bahan tanpa membuat x-ray atau memerlukan pembentukan sebuah vakum.
Prinsip kerja laser welding adalah energi cahaya, maka hasilnya hampir sempurna dengan dilas bersama yang memiliki sifat resisten sangat unggul. Penetrasi sepotong logam secara langsung dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik seperti konduktivitas, ketebalan atau kerapatan; ketika sebuah berkas terkonsentrasi energi diterapkan pada sebuah benda, pencairan ini langsung sebelum panas dapat mempengaruhi wilayah operasional seperti itu. Kekuatan energi balok pada titik fokus diberikan oleh pilihan hati-hati lensa khusus. Benar cermin dan lensa aplikasi dalam pengelasan laser dapat menjamin konsentrasi pada titik-titik sinar kecil yang 0,005.
Industri utama untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan laser welding adalah bangunan luar angkasa, militer dan pertahanan, penelitian medis, instrumentasi, elektronik dan sebagainya. Laser welding benar-benar meningkatkan pelaksanaan banyak karya halus yang hampir tidak mungkin dapat dicapai sebelumnya, dan di sini kita mengacu kepada penciptaan yang sangat mendalam atau Welds sempit dan tidak adanya distorsi dalam proses. Kecil atau sangat tipis item tidak bisa bersama dengan baik sebelum pengembangan laser welding, bukan untuk menyebutkan bahwa hambatan dari Welds luar biasa dibandingkan dengan yang dihasilkan dari prosedur pengelasan klasik.


Kelebihan dari Laser Welding:
1. Tidak ada area yang terkena panas atau Heat Affected Zone (HAZ)
2. Tidak ada deformasi
3. Dapat dilakukan pada macam – macam material
4. Tidak perlu pre heating atau post tempering
5. Dikerjakan dengan microscope dengan glare filter
6. Kawat las dengan size 0.2 mm – 2.0 mm
7. Tidak ada porosity
8. Precise and clean

Kamis, 25 Februari 2010

Ruang lingkup dan definisi pengelasan

A. Definisi pengelasan menurut American Welding Society, 1989
Pengelasan adalah proses penyambungan logam atau non logamyang dilakukan dengan memanaskan material yang akan disambung hingga temperatur las yang dilakukan secara : dengan atau tanpa menggunakan tekanan (pressure),hanya dengan tekanan (pressure), atau dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi (filler)
B. Definisi pengelasan menurut British Standards Institution, 1983
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua atau lebih material dalam keadaan plastis atau cair dengan menggunakan panas (heat) atau dengan tekanan (pressure) atau keduanya. Logam pengisi (filler metal) dengan temperatur lebur yang sama dengan titik lebur dari logam induk dapat atau tanpa digunakan dalam proses penyambungan tersebut.
II. Sejarah pengelasan
Para ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai menggunakanpengelasan dengan tekanan pada tahun 5500 SM (untuk membuatpipa tembaga denganmemalu lembaran yang tepinya saling menutup). Winterton menyebutkan bahwa bendaseni orang Mesir yang dibuat pada tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan emas hasil peleburan dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut pengelasan tempa {forge welding), merupakan usaha manusia yang pertama dalam menyambung dua potong logam. Contoh pengelasan tempa kuno yang terkenal adalah pedang Damascus yang dibuat dengan menempa lapisan-lapisan besi yang berbeda sifatnya.
Pengelasan tempa telah berkembang dan penting bagi orang Romawi kuno sehingga mereka menyebut salah satu dewanya sebagai Vulcan (dewa api dan pengerjaan logam) untuk menyatakan seni tersebut. Sekarang kata Vulkanisir dipakai untuk proses perlakuan karet dengan sulfur, tetapi dahulu kata ini berarti “mengeraskan”. Dewasa ini pengelasan tempa secara praktis telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan oleh pandai besi. tahun 1901-1903 Fouche dan Picard mengembangkan tangkai las yang dapat digunakandengan asetilen (gas karbit), sehingga sejak itu dimulailah zaman pengelasan danpemotongan oksiasetilen (gas karbit oksigen).Periode antara 1903 dan 1918 merupakan periode pemakaian las yang terutamasebagai cara perbaikan, dan perkembangan yang paling pesat terjadi selama Perang Dunia I (1914-1918). teknik pengelasan terbukti dapat diterapkan terutama untuk memperbaiki kapal yang rusak. Winterton melaporkan bahwa pada tahun 1917 terdapat 103 kapal musuh di Amerika yang rusak dan jumlah buruh dalam operasi pengelasan meningkat dari 8000 sampai 33000 selama periode 1914-1918. Setelah tahun 1919, pemakaian las sebagai teknik konstruksi dan pabrikasi mulai berkembang dengan pertama mwnggunakan elektroda paduan (alloy) tembaga-wolfram untuk pengelasan titik pada tahun 1920. Pada periode 1930-1950 terjadi banyak peningkatan dalam perkembangan mesin las. Proses pengelasan busur nyala terbenam (submerged) yang busur nyalanya tertutup di bawah bubuk fluks pertama dipakai secara komersial pada tahun 1934 dan dipatenkan pada tahun 1935. Sekarang terdapat lebih dari 50 macam proses pengelasan yang dapat digunakan untuk menyambung pelbagai logam dan paduan.
Pengelasan yang kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan sudah sangat berkembang. Kemajuan dalam teknologi pengelasan tidak begitu pesat sampai tahun 1877. Sebelum tahun 1877, proses pengelasan tempa dan peyolderan telah dipakai selama 3000 tahun. Asal mula pengelasan tahanan listrik {resistance welding) dimulai sekitar tahun 1877 ketika Prof. Elihu Thompson memulai percobaan pembalikan polaritas pada gulungan transformator, dia mendapat hak paten pertamanya pada tahun 1885 dan mesin las tumpul tahanan listrik {resistance butt welding) pertama diperagakan di American Institute Fair pada tahun 1887. Pada tahun 1889, Coffin diberi hak paten untuk pengelasan tumpul nyala partikel (flash-butt welding) yang menjadi satu proses las tumpul yang penting. Zerner pada tahun 1885 memperkenalkan proses las busur nayala karbon {carbon arc welding) dengan menggunakan dua elektroda karbon, dan N.G. Slavinoff pada tahun 1888 di Rusia merupakan orang pertama yang menggunakan proses busur nyala logam dengan memakai elektroda telanjang (tanpa lapisan). Coffin yang bekerja secara terpisah juga menyelidiki proses busur nyala logam dan mendapat hak paten Amerika dalam tahun 1892. Pada tahun 1889, A.P. Strohmeyer memperkenalkan konsep elektroda logam yang dilapis untuk menghilangkan banyak masalah yang timbul pada pemakaian elektroda telanjang.
Thomas Fletcher pada tahun 1887 memakai pipa tiup hidrogen dan oksigen yang terbakar, serta menunjukkan bahwa ia dapat memotong atau mencairkan logam. Pada Penggunaan & pengembangan teknologi las

III. Penggunaan & pengembangan teknologi las
Penggunaan teknologi las
Pada saat sekarang ini teknik las telah dipergunakan secara luas yang dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Luasnya penggunaan teknologi las disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan mempergunakan teknik pengelasan ini menjadi lebih murah
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan sebagainya.
Disamping itu untuk pembuatan las, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan sekitarnya

Pengembangan Teknologi Las
I. Las Busur Listrik
Selama berabad-abad las temopa dipakai sebagai proses utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat) sehingga las ini banyak dipakai.
Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan penekanan benda kerja berbentuk plat.
Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk beberapa decade sampai dikembangkan las listrik..
Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak. Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin (sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena mesti ada puntngnya.
Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode sehingga busur nyala listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten. Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti sebagai bahan pelindung las ini sering disebut las TIG ( Tungsten Inert Gas).
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba pula pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas (MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk keperluan khusus.
Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi, elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux Core Arc Welding) Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las
stud. Stud terpasang pada benda utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud dan benda utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.
Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu 10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda kerja sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis.
Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi seberkas electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik, pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam Welding).
II. Las Gesek
Pada tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni Sovyet, mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga mekanik dapat diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian mesin yang bergerak menimbulkan banyak kerugian karena sebagian tenaga mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas. Chudikov berpendapat, proses demikian mestinya bias dipakai pada proses pengelasan. Setelah melalui percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas dengan memanfaatkan panas yang terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas yang terjadi, benda kerja tidak hanya diputar tetapi ditekan satu terhadap yang lain. Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara ini disebut las gesek (Friktion Welding)
III.Las Plasma
Las plasma busur nyala listrik (Plasma Arc Welding). Proses plasma sebenarnya merupakan penyempurnaan las tungsren, hanya saja busur nyala listrik tidak muncul diantara elektroda dengan benda kerja tetapi muncul antara ujung elektroda dengan gas inti yang mengalir di sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik dari las tungsten karena busur nyala listrik yang muncul lebih stabil dengan diameter lebih kecil sehingga panasnya lebih terpusat. Proses pengelasan bias lebih cepat, disamping itu tungsten tidak pernah menyentuh benda kerja.
IV.Las Suara
Awal tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang menggunakan suara frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini juga menggunakan listrik dalam proses kerjanya, tidak ada aliran listrik pada benda kerja, panas yang ditimbulkan semata-mata hasil proses dan sifatnya hanya membantu dalam proses penyatuan benda kerja.
Suara yang digunakan berkisar antara 10000 sampai 175000 Hz, getaran suara disalurkan melalui sosotrode yang dipasang pada benda kerja. Kemudian tekanan yang diterapkan pada benda kerja selama proses. Kelebihan proses ini adalah sesuai untuk benda tipis dan tidak terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak dipakainya energi panas sebagai energi utama merupakan kelebihan sendiri pada bahan tertentu dan tipis, hanya saja kurang berhasil untuk ketebalan benda kerja diatas 2,5mm x 2.

Berbagai bentuk las ultrasonic:
Wedge reed spot.
Leteral drive spot.
Overthung copuler spot.
Line.
Ring.
Continuous seam.
V. Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW)
Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW) dikembangkan dari pengamatan seseorang dimasa PD I, ada pecahan-pecahan bom yang melekat kuat pada logam lain yang tertumbuk. Carl dalam penelitiannya menyimpulakan bahwa pecahan bom tersebut menempel karena efek jet pada saat terjadi tumbukan. Efek jet mampu membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kedua benda sehingga terjadi kontak antar atom kedua benda dan menghasilkan ikata yang cukup kuat.
IV. Las Laser.
Pada tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar laser, secara sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada panjang gelombang tertentu dan parallel, kemudian diperbesar, sinar tersebut selanjutnya difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik focus sangat tinggi. Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pad alas, laser sebagai sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser sangatsesuai untuk peralatan-peralatan khusus. Las laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda dengan ketebalan 0,13mm sampai 29mm pada kecepatan geser berkisar dari 21 mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pad alas laser sama halnya dengan las electron, kerenggangan benda kerja sangat kecil antara 0,03 sampai 0,15.sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-hal tersebut. Secara konvensional cara-cara pengklasifikasi tersebut vpada waktu ini dapat dibagi dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.

[2.jpg]

Jenis – Jenis Las

Yang dimaksud dengan las adalah proses penyambungan dua material secara permanen dengan cara mencairkan kedua material yang akan disambung dan diikuti oleh material pengisi. Berikut macam–macam proses dan jenis pengelasan :


1. Berdasarkan Panas Listrik

• SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunagakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere


• SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks tersebut


• ESW (Electro Slag Welding) adalah pengelasan busur terhenti, pengelasan sejenis SAW namun bedanya pada jenis ESW busurnya nyala mencairkan fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluk berjalan terus dam menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif). Sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan fluk / slag cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan induk yang dilas tempraturnya mencapai 3500° F atau setara dengan 1925° C


• SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi, gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker) atau “ Shear Connector “


• ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat, atau pada pagar kawat


• EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang pencairannya disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan terjadinya oksidasi atau kontaminasi


2. Berdasarkan Panas Listrik dan Gas

• GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang di–las dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau baja, sedangkan gas pelindungnya adalah mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan untuk mengelas logam non besi dan gas pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau Argon (Ar)


• GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahnyyadigunakan bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. Untuk mencegah oksidasi, dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni


• FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan pengelasan biasa disebut dengan super anemo


• PAW (Plasma Arch Welding) adalah las listrik dengan plasma yang sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang lazim disebut dengan plasma. Plasma adalah gas yang luminous dengan derajat pengantar arus dan kapasitas termis / panas yang tinggi dapat menampung tempratur diatas 5000° C


3. Berdasarkan Panas Yang Dihasilkan Campuran Gas

• OAW (Oxigen Acetylene Welding) adalah sejenis dengan las karbid / las otogen. Panas yang didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C2H2) dengan zat asam atau Oksigen (O2). Ada juga yang sejenis las ini dan memakai gas propane (C3H8) sebagai ganti acetylene. Ada pula yang memakai bahan pemanas yang terdiri dari campuran gas hidrogen (H) dan zat asam (O2) yang disebit OHW (Oxy Hidrogen Welding)


1. Berdasarkan Ledakan dan reaksi isotermis

• EXW (Explosion Welding) adalah las yang sumber panasnya didapatkan dengan meledakkan amunisi yang dipasang pada suatu mold/cetakan pada bagian tersebut dan mengisi cetakan yang tersedia. Cara ini sangat praktis untuk menyambung kawat baja / wire rope, slenk. Cara pelaksanaannya adalah ujung-ujung tambang kawat dimasukkan ke dalam mold yang telah terisi amunisi selanjutnya serbuk ledak tersebut dinyalakan dengan pemantik api, maka terjadilah reaksi kimia eksotermis yang sangat cepat sehingga menghasilkan suhu yang sangat tinggi sehingga terjadilah ledakan. Ledakan tersebut mencairkan kedua ujung kawat baja yang terdapat didalam mold tadi, sehingga cairan metal terpadu dan mengisi ruangan yang tersedia didalam mold