Senin, 30 Mei 2011

SH Terate dan Winongo


SH Terate adalah perguruan silat legendaris yang berperan menyebarkan pencak silat ke berbagai daerah (bahkan manca negara). Di pusatnya, Madiun, terdapat ribuan pendekar SH terate yang tersebar sampai pelosok-pelosok kampung. Bagi pemuda-pemuda di daerah Madiun, menjadi anggota SH terate adalah tradisi yang mereka laksanakan secara turun temurun. Bahkan banyak keluarga yang dari Kakek buyut sampe cicit, semua adalah anggota PS SH Terate. Hal ini membuat SH Terate sebagai organisasi, cukup disegani di kawasan Madiun karena memiliki massa yang sangat besar.


Sayang, di Madiun sering terjadi perkelahian massal antara anggota SH Terate dan anggota SH Tunas Muda (Winongo). Sebenarnya pendiri kedua perguruan silat tersebut berasal dari perguruan yang sama. Menurut hikayat, asal muasal pencak silat di Madiun adalah dari seorang pendekar bernama Suro (Mbah Suro).

Perguruan silat ini kemudian berkembang cukup pesat. Mbah Suro memiliki banyak sekali murid. Namun diantara sekian ratus muridnya, ada dua yang paling menonjol. Yang satu kemudian mendirikan perguruan silat sendiri di daerah Winongo Madiun, dan kemudian di kemudian hari menjelma menjadi SH Tunas Muda. Sementara yang satunya meneruskan perguruan silat mbah Suro dan kemudian menjelma menjadi SH Terate.

Awalnya, kedua perguruan tersebut saling berdampingan dengan damai satu sama lain. SH Winongo memiliki pengaruh di daerah madiun kota, sementara SH Terate mengakar di daerah madiun pinggir/pedesaan. Benih perpecahan dimulai ketika antara tahun 1945-1965 an, banyak pendekar SH Winongo yang berafiliasi dengan PKI. SH Terate yang menganggap ilmu SH (Setia Hati) yang diturunkan oleh mbah Suro merupakan ilmu yang berbasis ajaran Islam, merasa SH Winongo mulai keluar dari jalur tersebut.

Perselisihan semakin menjadi-jadi antara tahun 1963-1967, dimana banyak pendekar dari kedua perguruan yang terlibat bentrok fisik dalam peristiwa-peristiwa politik. Meski banyak anggotanya yang berafiliasi kiri, namun secara organisasi SH Winongo tidak terlibat dalam aktivitas kekirian tersebut. Hal inilah yang kemudian menyelamatkan perguruan silat ini dari pembubaran oleh pemerintah.

Setelah masa pembersihan anggota PKI yang berlangsung antara tahun 1967-1971 di daerah Madiun, SH Winongo sedikit demi sedikit mulai kehilangan pamornya. Puncaknya, pada era 1980-an bisa dikatakan perguruan silat ini dalam keadaan mati suri. Konon, banyak pendekar SH Terate yang berperan sebagai eksekutor para anggota PKI (termasuk beberapa pendekar SH Winongo yang terlibat PKI) di kawasan Madiun. Hal inilah yang kemungkinan memicu dendam pendekar SH Winongo yang non-PKI tapi merasa memiliki solidaritas pada kawan-kawannya yang dieksekusi tersebut.

Entah kebetulan atau tidak, seiring dengan munculnya PDI sebagai kekuatan politik yang cukup kuat pada era 1990-an, pamor SH Winongo sedikit demi sedikit mulai naik kembali. Banyak pemuda dari kawasan perkotaan Madiun yang masuk menjadi anggota SH Winongo. Madiun kota sendiri merupakan basis PDI yang cukup kuat. Sementara Madiun kabupaten merupakan basis NU dan Muhammadiyah. Banyak yang mengatakan bahwa situasi tersebut mirip dengan situasi di zaman ‘60-an, dimana PKI berkuasa di Madiun kota dan NU berkuasa di Madiun Kabupaten.

Seiring dengan perkembangan tersebut, mulai sering terjadi perkelahian antar pendekar di berbagai pelosok Madiun. Perkelahian yang juga melibatkan senjata tajam tersebut tak jarang berakhir dengan kematian salah satu pihak. Pada waktu itu, Madiun bagaikan warzone para pendekar silat (termasuk dengan senjata tajam dan senjata lainnya). Di berbagai sudut kota dan kampung terdapat grafiti yang menunjukkan identitas kelompok pendekar yang menguasai kawasan tersebut. Pendekar SH Terate menggunakan istilah SHT (Setia Hati Terate) atau TRD (Terate Raja Duel) untuk menandai basisnya. Sementara SH Winongo menggunakan istilah STK, yang kemudian diplesetkan menjadi “Sisa Tentara Komunis”, untuk menandai kawasan mereka.

Pada kurun waktu 1990-2000, STK mengalami perkembangan jumlah anggota yang sangat pesat. Desa Winongo sebagai markas besar mereka, pada awalnya masih mudah diserang oleh pendekar SHT dari wilayah tetangga. Namun karena kekuatan mereka yang semakin besar membuat Winongo menjadi untouchable area. Hampir seluruh pemuda dan lelaki di desa ini menjadi anggota STK yang militan, sehingga penyerbuan SHT ke wilayah ini menjadi semakin sulit dilakukan.

STK menggunakan taktik populis dalam merekrut anggota baru. Mereka masuk ke SMP dan SMU di kota Madiun dan menawarkan status pendekar secara instan kepada pemuda-pemuda yang mau bergabung. Sementara untuk meraih status pendekar di SHT, persyaratannya cukup berat dan memakan waktu cukup lama. Tawaran menjadi pendekar instan tersebut tentu saja mendapat sambutan yang besar dari para pemuda yang belum mengetahui esensi sebenarnya sebuah panggilan “pendekar”. Di Madiun, menjadi pendekar adalah sebuah kehormatan yang diimpi-impikan para pemuda. Predikat pendekar menjadi sangat elit karena harus dicapai dengan susah payah. Seorang Pendekar dipastikan memiliki kemampuan silat dan fisik yang prima, serta pemahaman agama yang dalam.

Akibat taktik populis yang dilakukan STK, kode etik pertarungan antar pendekar yang selama ini terjaga, sedikit demi sedikit mulai pudar. Anak-anak muda yang naif (pendekar instan) mulai menggunakan cara-cara yang kurang etis dalam berkelahi. Misalnya mereka mengeroyok lawan, menculik lawan di rumah, tawuran (lempar-lemparan batu), menyerang dari belakang, dan cara-cara yang tidak terhormat lainnya. Awalnya pendekar-pendekar SHT yang memegang teguh kode etik pertarungan pencak silat, masih berupaya sabar. Namun, akhirnya mereka kehilangan kesabaran setelah korban di pihak mereka mulai berjatuhan.

Tercatat, terjadi beberapa kali pertarungan yang memakan korban jiwa akibat tindakan yang tidak sportif. Pernah terjadi kasus dimana dua orang pendekar yang sedang berboncengan sepeda ontel, di tebas dari belakang oleh lawan bersepeda motor dengan menggunakan clurit. Kemudian ada juga kasus seorang pendekar yang sedang menggarap sawah, ditebas dari belakang oleh lawannya dengan menggunakan pacul.

Kejadian-kejadian tersebut merupakan gambaran betapa etika pertarungan sportif satu lawan satu yang selama ini dipegang erat oleh para pendekar, mulai pudar.

Cikal bakal dua perguruan silat terbesar di Madiun, SH Terate dan SH Winongo, adalah sebuah perguruan pencak silat puritan bernama SH Putih. SH Putih didirikan oleh seorang pendekar silat bernama Mbah Suro pada tahun 1903. Mbah Suro adalah seorang pengembara, dia telah melanglang buana sampai ke Tiongkok dan India untuk mempelajari berbagai ilmu bela diri.

Setelah merasa cukup ilmu, Mbah Suro pulang ke tanah kelahirannya, dan mendirikan sebuah perguruan pencak silat tanpa nama. Berdasarkan ilmu yang didapatkannya selama mengembara, ia mengembangkan jurus-jurus silat baru yang kemudian membawa pembaharuan dalam ilmu beladiri asli nusantara ini.

Antara SH Winongo dengan SH Terate menganut prosedur yang berbeda dalam penetapan seorang murid menjadi “WARGA”. Di SH Winongo, seorang murid yang baru masuk, harus segera disahkan sebagai “WARGA” agar ikatan emosional dan fisik yang bersangkutan dengan perguruan tidak terlepas lagi. Sementara di SH Terate, untuk menjadi “WARGA” seorang murid harus menjalani proses yang panjang dan sangat keras. Seorang “WARGA” dalam filosofi SH Terate haruslah pendekar yang benar-benar telah memahami esensi dari ilmu pencak silat itu sendiri, terutama kegunaannya bagi masyarakat. Sehingga, sedikit sekali dalam satu angkatan, seorang murid SH Terate akhirnya dapat mencapai level menjadi “WARGA”

Jumat, 27 Mei 2011

sejarah pecahnya SH WINONGO dan SH TERATE


=SH TERATE DAN SH WINONGO=-
“Setia-Hati” berdiri tahun 1903 oleh Khi Ngabehi Suro Diwiryo.
Akar permasalaha pemicu pertentangan kedua kubu SHT dan SHW adl perbedaan ideologi antara Ki Ngabehi Suro Diwiryo dgn Hajar Hardjo Oetomo(murid eyang Suro).
MENURUT PANDANGAN:
1.Ki Ngabehi Suro Diwiryo
SH bkn tempat wadah perjuangan bangsa untuk pencapaian kmerdekaan,ttpi perkumpulan pencak silat &tdk mmbdakn SARA.
2.Hardjo Oetomo:
-SH adl sarana menggalang persatuan and alat prjuangn pncapaian merdeka.
.:Karena perbedaan tsb Hardjo Utomo mundur dr SH dan ijin kpd Eyang Suro utk mndirikan SH MUDA,tapi oleh Eyang Suro tidak diberi jawaban alias tidak direstui.Karena Eyang Suro mengtahui bhw di Pilangbango diadakn ltihan pencak silat,maka SH MUDA dicap oleh Eyang Suro sbg SH MERAH/SH KOMUNIS, SHM bersiasat mngbh nma mnjdi SH Pencak Sport Club(brgulir thn 1922).
Masalah terjadi dgn Belanda krn kt “PENCAK” tsb,akhirnya brgnti lagi mnjdi SH SPORT CLUB.
Thn 1942 atas inisiatip S.Soerengpati(tkoh Indonesia Muda),SH SPORT CLUB berganti mnjadi SH TERATE.
==================
FAKTA::::
Dari sini dapat dilihat bahwa antar SETIA HATI yang didirikan oleh Eyang Suro dengan SH TERATE adalah berbeda..
Mungkin dapt dktakan bermusuhan atau Penghianatan oleh murid ke Guru.
Jikalau ada yang memgatakan bhw Saudara2 SH TERATE adalah cucu atau saudara Eyang Suro, itu tidaklah benar.
Saudara tua sebenarnya adalah SH PANTI dan SH TUNAS MUDA WINONGO.
Hal itu terbukti bahwa Eyang Suro wafat thn 1944,sepeninggal beliau masih memiliki basis SETIA HATI di desa Winongo dgn murid2 beliau. Sedangkan tahun 1942 SH Jadi2an Hardjo utomo sudah ada di Pilangbango. Jadi dlm kurun waktu tsb tlh berdiri 2 perguruan:
1. SH asli Eyang Suro
2. SH pmbrontak Harjo utomo

))HUBUNGAN SH PANTI DENGAN SH TUNAS MUDA WINONGO((
+SH PANTI(sh surodiwiryan) adalah rumah Eyang Suro yg dahulu digunakan untuk menggembleng ilmu2 SH,Berpusat di daerah Panti,selatan rel kereta Winongo.
*** Sesepuh SH PANTI bapak KOESNI dan Pengasuh SH TUNAS MUDA bapak RDH SOEWARNO mengabdi pada Eyang Suro dari thn1939 dan hingga eyang meninggal, mereka belum dikecer. Akhirnya dikecer oleh murid Eyang Suro bernama Hadi Soebroto.
Perlu diketahui oleh kadang sh Terate,bahwa BapakRDH Suwarno bukanlah PENDIRI SH Tunas Muda Winongo, melainkan PENGASUH.

MENGAPA BERNAMA SH TUNAS MUDA DAN AKTIF TAHUN 1965?
-SETIA HATI Asli( bukan PSHT) sejak thn 1964 mngalami kemunduran dan tidak begitu aktif.
Dikarenakan berkurangnya pnrimaan murid baru, sebagian saudara SH sudah sepuh,bahkan meninggal.
Dikhwatirkan SH Asli akan mnglmi kpunahan,utk mnghindri hal tersbut, thn 1965 15 oct Bpk RDH Soewarno mngaktifkn kmbli kegiatan SETIA HATI.
Ini tentunya juga mndapat pngkuan dan persetujuan dari pihak SH PANTI,dapt dketahui bhwa SH PANTI mngijinkan pemakaian simbolnya pada SH Winongo ini.
Karena aktif dlm bntuk organisasi dan mndpt ijin notaris, dlm SHWINONGO disisipkan kata TUNAS MUDA,yang artinya SH yang akan bersinar kembali.
SH PANTI hingga sekarang masih ada dan seluruh organisasi penerimaan anggota,acara Suran Agung dan halal bihalal ditangguhkan kepada SETIA HATI TUNAS MUDA WINONGO MADIUN.

MENGAPA DALAM PENERIMAA SH TUNAS MUDA HARUS DILAKUKAN PENGESAHAN TERLEBI DAHULU??
-Dengan disahkan,seseorang akan resmi mnjdi Warga. Ilmu2 SH boleh diketahui hanya oleh warga dan dilarang mngjrkan kpd yg bkn warga.
Untuk pelajaran tngkt lnjut baik itu akan diikuti atau tdk oleh seorang warga,itu mrpkn ksdaran dr warga tsb. Karena SH tidak ada paksaan.

APA SEBAB ANGGOTA SH WINONGO TIDAK BEGITU BESAR DAN SEPOPULER SH TERATE?
-Hal ini karena siapapun yang akan menjadi warga SH TUNASMUDA WINONGO, maka diwajibkan untuk langung datang ke pusat d Madiun dan dikecer langsung, SH TUNAS MUDA tidak membuka cabang dimanapun.

Bait Terakhir Ramalan Jayabaya



140.
polahe wong Jawa kaya gabah diinteri
endi sing bener endi sing sejati
para tapa padha ora wani
padha wedi ngajarake piwulang adi
salah-salah anemani pati

tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi
mana yang benar mana yang asli
para pertapa semua tak berani
takut menyampaikan ajaran benar
salah-salah dapat menemui ajal

141.
banjir bandang ana ngendi-endi
gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni
marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti

banjir bandang dimana-mana
gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur
karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya

142.
pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan
sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni
wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha

sungguh zaman gonjang-ganjing
menyaksikan zaman gila
tidak ikut gila tidak dapat bagian
yang sehat pada olah pikir
para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria
beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada

143.
ratu ora netepi janji
musna kuwasa lan prabawane
akeh omah ndhuwur kuda
wong padha mangan wong
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan
dirasa enak kaya roti bolu
yen wengi padha ora bisa turu

raja tidak menepati janji
kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya
banyak rumah di atas kuda
orang makan sesamanya
kayu gelondongan dan besi juga dimakan
katanya enak serasa kue bolu
malam hari semua tak bisa tidur

144.
sing edan padha bisa dandan
sing ambangkang padha bisa
nggalang omah gedong magrong-magrong

yang gila dapat berdandan
yang membangkang semua dapat
membangun rumah, gedung-gedung megah

145.
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes
akeh wong mati kaliren gisining panganan
akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara

orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis
banyak orang mati kelaparan di samping makanan
banyak orang berharta namun hidupnya sengsara

146.
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil
sing ora abisa maling digethingi
sing pinter duraka dadi kanca
wong bener sangsaya thenger-thenger
wong salah sangsaya bungah
akeh bandha musna tan karuan larine
akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe

orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil
yang tidak dapat mencuri dibenci
yang pintar curang jadi teman
orang jujur semakin tak berkutik
orang salah makin pongah
banyak harta musnah tak jelas larinya
banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

147.
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret
sakilan bumi dipajeki
wong wadon nganggo panganggo lanang
iku pertandhane yen bakal nemoni
wolak-walike zaman

bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak
wanita memakai pakaian laki-laki
itu pertanda bakal terjadinya
zaman gonjang-ganjing

148.
akeh wong janji ora ditepati
akeh wong nglanggar sumpahe dhewe
manungsa padha seneng ngalap,
tan anindakake hukuming Allah
barang jahat diangkat-angkat
barang suci dibenci

banyak orang berjanji diingkari
banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
manusia senang menipu
tidak melaksanakan hukum Allah
barang jahat dipuja-puja
barang suci dibenci

149.
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak mundhung biyung
sedulur padha cidra
keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale

banyak orang hamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong
antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya

150.
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin
luwih utama ngapusi

hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu

151.
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe

wanita melamar pria
masih muda sudah beranak
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri

Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang dan rusak)

157.
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur
sing ngati-ati padha sambat kepati-pati

tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati
namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati

158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing
akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman

cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit
yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang

159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha bethara Kresna
awatak Baladewa
agegaman trisula wedha
jinejer wolak-waliking zaman
wong nyilih mbalekake,
wong utang mbayar
utang nyawa bayar nyawa
utang wirang nyaur wirang

selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil
berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu

160.
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa
ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener
lawase pitung bengi,
parak esuk bener ilange
bethara surya njumedhul
bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur
iku tandane putra Bethara Indra wus katon
tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa

sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur
lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali
bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu orang Jawa

161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan
wetane bengawan banyu
andhedukuh pindha Raden Gatotkaca
arupa pagupon dara tundha tiga
kaya manungsa angleledha

asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda

162.
akeh wong dicakot lemut mati
akeh wong dicakot semut sirna
akeh swara aneh tanpa rupa
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis
tan kasat mata, tan arupa
sing madhegani putrane Bethara Indra
agegaman trisula wedha
momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala
sakti mandraguna tanpa aji-aji

banyak orang digigit nyamuk,
mati banyak orang digigit semut, mati
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk
yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat

163.
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang

bergelar pangeran perang
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak
yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan

164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan
kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong

putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong

165.
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta

tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta

166.
idune idu geni
sabdane malati
sing mbregendhul mesti mati
ora tuwo, enom padha dene bayi
wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada
garis sabda ora gentalan dina,
beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa
nanging inung pilih-pilih sapa

ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi
garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja

167.
waskita pindha dewa
bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira
pindha lahir bareng sadina
ora bisa diapusi marga bisa maca ati
wasis, wegig, waskita,
ngerti sakdurunge winarah
bisa pirsa mbah-mbahira
angawuningani jantraning zaman Jawa
ngerti garise siji-sijining umat
Tan kewran sasuruping zaman

pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti
mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman

168.
mula den upadinen sinatriya iku
wus tan abapa, tan bibi, lola
awus aputus weda Jawa
mung angandelake trisula
landheping trisula pucuk
gegawe pati utawa utang nyawa
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda

oleh sebab itu carilah satria itu
yatim piatu, tak bersanak saudara
sudah lulus weda Jawa
hanya berpedoman trisula
ujung trisulanya sangat tajam
membawa maut atau utang nyawa
yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain
yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan

169.
sirik den wenehi
ati malati bisa kesiku
senenge anggodha anjejaluk cara nistha
ngertiyo yen iku coba
aja kaino
ana beja-bejane sing den pundhuti
ateges jantrane kaemong sira sebrayat

pantang bila diberi
hati mati dapat terkena kutukan
senang menggoda dan minta secara nista
ketahuilah bahwa itu hanya ujian
jangan dihina
ada keuntungan bagi yang dimintai
artinya dilindungi anda sekeluarga

170.
ing ngarsa Begawan
dudu pandhita sinebut pandhita
dudu dewa sinebut dewa
kaya dene manungsa
dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh
gawang-gawang terang ndrandhang

di hadapan Begawan
bukan pendeta disebut pendeta
bukan dewa disebut dewa
namun manusia biasa
bukan kekuatan lain diterangkan jelas
bayang-bayang menjadi terang benderang

171.
aja gumun, aja ngungun
hiya iku putrane Bethara Indra
kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan
tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh
hiya siji iki kang bisa paring pituduh
marang jarwane jangka kalaningsun
tan kena den apusi
marga bisa manjing jroning ati
ana manungso kaiden ketemu
uga ana jalma sing durung mangsane
aja sirik aja gela
iku dudu wektunira
nganggo simbol ratu tanpa makutha
mula sing menangi enggala den leluri
aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu
beja-bejane anak putu

jangan heran, jangan bingung
itulah putranya Batara Indra
yang sulung dan masih kuasa mengusir setan
turunnya air brajamusti pecah memercik
hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk
tentang arti dan makna ramalan saya
tidak bisa ditipu
karena dapat masuk ke dalam hati
ada manusia yang bisa bertemu
tapi ada manusia yang belum saatnya
jangan iri dan kecewa
itu bukan waktu anda
memakai lambang ratu tanpa mahkota
sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati,
jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh
keberuntungan ada di anak cucu

172.
iki dalan kanggo sing eling lan waspada
ing zaman kalabendu Jawa
aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa
cures ludhes saka braja jelma kumara
aja-aja kleru pandhita samusana
larinen pandhita asenjata trisula wedha
iku hiya pinaringaning dewa

inilah jalan bagi yang ingat dan waspada
pada zaman kalabendu Jawa
jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa
yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga
jangan keliru mencari dewa
carilah dewa bersenjata trisula wedha
itulah pemberian dewa

173.
nglurug tanpa bala
yen menang tan ngasorake liyan
para kawula padha suka-suka
marga adiling pangeran wus teka
ratune nyembah kawula
angagem trisula wedha
para pandhita hiya padha muja
hiya iku momongane kaki Sabdopalon
sing wis adu wirang nanging kondhang
genaha kacetha kanthi njingglang
nora ana wong ngresula kurang
hiya iku tandane kalabendu wis minger
centi wektu jejering kalamukti
andayani indering jagad raya
padha asung bhekti

menyerang tanpa pasukan
bila menang tak menghina yang lain
rakyat bersuka ria
karena keadilan Yang Kuasa telah tiba
raja menyembah rakyat
bersenjatakan trisula wedha
para pendeta juga pada memuja
itulah asuhannya Sabdopalon
yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur
segalanya tampak terang benderang
tak ada yang mengeluh kekurangan
itulah tanda zaman kalabendu telah usai
berganti zaman penuh kemuliaan
memperkokoh tatanan jagad raya
semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi

RAMALAN JAYABAYA

Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendeng, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam.

Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang.

Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang keduakalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :

I. Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.

II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi,bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yangsalah jalan, karena orang yang mati banyak menjelma (nitis).

III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa.

Apakah ramalan Jayabaya benar-benar akan menjadi kenyataan?

Ramalan Jayabaya selengkapnya
00. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
01. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
02. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berlayar di ruang angkasa.
03. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan lubuk.
04. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
05. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda jaman Jayabaya telah mendekat.
06. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
07. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
08. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
09. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
10. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman--- Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik
11. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
12. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
13. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah.
15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
23. Nantang bapa--- Menantang ayah.
24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
26. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
27. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
28. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
30. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
31. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru malu.
33. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
34. Wegah nyambut gawe --- Malas menunaikan kerja.
35. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
37. Wong bener thenger-thenger --- Si benar termangu-mangu.
38. Wong salah bungah --- Si salah gembira ria.
39. Wong apik ditampik-tampik--- Si baik ditolak ditampik.
40. Wong jahat munggah pangkat--- Si jahat naik pangkat.
41. Wong agung kasinggung--- Yang mulia dilecehkan
42. Wong ala kapuja--- Yang jahat dipuji-puji.
43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar pasangan.
50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Di mana-mana perempuan lacur
69. Akeh laknat--- Banyak kutukan
70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
74. Guru disatru---Guru dimusuhi.
75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
76. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
94. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
95. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
101. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
102. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
103. Sing kebat kliwat---Siapa tangkas lepas.
104. Sing telah sambat---Siapa terlanjur menggerutu.
105. Sing gedhe kesasar---Si besar tersasar.
106. Sing cilik kepleset---Si kecil terpeleset.
107. Sing anggak ketunggak---Si congkak terbentur.
108. Sing wedi mati---Si takut mati.
109. Sing nekat mbrekat---Si nekat mendapat berkat.
110. Sing jerih ketindhih---Si hati kecil tertindih
111. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
112. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
113. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
114. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
115. Wong tani ditaleni---Si tani diikat.
116. Wong dora ura-ura---Si bohong menyanyi-nyanyi
117. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
118. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
119. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
120. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
121. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
122. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
123. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
124. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
125. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
126. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
127. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
128. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
129. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
130. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
131. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
132. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
133. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
134. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
135. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
136. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
137. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
138. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
139. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
140. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
141. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
142. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
143. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
144. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
145. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
146. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
147. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
148. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
149. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
150. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
151. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
152. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
153. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.154. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
155. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
156. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
157. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
158. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
159. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
160. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
161. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi
162. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci
163. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
164. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
165. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
166. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
167. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
168. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
169. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
170. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
171. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
172. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
173. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
174. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
175. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
176. Agama ditantang---Agama ditantang.
177. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
178. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
179. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
180. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
181. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan
182. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
183. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
184. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
185. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
186. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
187. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
188. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
189. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
190. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
191. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
192. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
193. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
194. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
195. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
196. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
197. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
198. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
199. Buruh mangluh---Buruh menangis.
200. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
201. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
202. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
203. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
204. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
205. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
206. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
207. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal separo.
208. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
209. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang pelit.
210. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
211. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
212. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
213. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
214. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya jaman